Dr. Kuntowijoyo adalah salah satu cendikiawan muslim yang banyak menghasilkan
pemikiran-pemikiran yang inspiratif yang sangat relevan untuk dikembangkan umat
Islam saat ini. Melihat banyak sekali permasalahan yang ada di Indonesia ini,
Islam menawarkan solusi yang bisa membangkitkan umat Islam di Indonesia ini,
seperti apa yang ditawarkan Kuntowijoyo dalam banyak bukunya.
Pentingnya sikap optimis dalam menghadapi masa depan dan segala macam
permasalahannya harus dilakukan oleh generasi muda Islam sekarang ini. Karena ia
mewakili apa yang dinamakan kesadaran kolektif, respons, atau kesaksian zaman dari
sebuah generasi yang berada pada usia peralihan dari masyarakat agraris ke zaman
industri. Generasi muda Islam dan umat Islam pada umumnya harus melihat Islam
sebagai kekuatan social, kekuatan budaya, kekuatan ekonomi, dan sebagainya.
Terjadinya pergeseran dari pemikiran yang bersifat ideologis ke pemikiran
yang bersifat ide. Ideologis sendiri dalam arti antropologi dan sosiologis sebenarnya
tidaknya berarti kekuasaan. Yang dimaksud pergeseran dari pemikiran ideologis dalam
arti kekuasaan kepemikiran sistemik, pemikiran yang lebih melihat bahwa persoalan
kekuasaan juga tak lepas dari system ekonomi, sistem social, system budaya dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu cara pemecahannya pun juga ditunjukan untuk reformasi sistemik,
bukan hanya perubahan politik.
Dalam perspektif sejarah pemikiran, kita bisa mengatakan bahwa meskipun
kesadaran umat belum merata, munculnya pemikiran sistemik seperti itu nampak berada
di garda terdepan. Sejarah memang selalu ditentukan oleh pemikiran yang paling
menonjol dari zamannya. Dalam kaitannya dengan tahap-tahap pemikiran ini,
mungkin saja ada kesenjangan besar antara yang berada di garda depan dengan mayoritas
rakyat. Pada saat kita memasuki zaman ideology misalnya, para petani dan
orang-orang desa masih berada dalam pemikiran mistis.Pada zaman ideologis dan zaman
ide pada saat sekarang ini, kesadaran zaman
dikalangan umat pun masih belum merata. Itulah sebabnya mereka terpecah-pecah dalam
unit-unit kesenjangan yang cukup besar. Ada
jarak antara masyarakat desa dengan kota, antara kaum terpelajar dan petani dll. Dalam kaitannya
dengan kesenjangan tersebut sangat diperlukan mekanisme yang mampu mengintegrasikan
unit-unit kesenjangan itu.
Pada periode ide sekarang ini
tampaknya perkembangan sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Kecerdasan umat sekarang
ini sudah sangat lebih baik daripada masa sebelumnya. Umat Islam jadi lebih terbuka
dan artinya mereka mulai membuka diri dalam pertemuan budaya dan terlibat dalam
percaturan ideologi-ideoligi dunia. Pada kondisi yang cair ini umat Islam dihadapkan pada suatu
kondisi yang tidak tahu kemana arah kita menuju, entah kondisi yang berbahaya atau menguntungkan. Tidak adanya otoritas
tunggal yang mengikat bagi semua umat Islam. Namun, menurut Kontowijiyo ini adalah
kondisi yang cukup menguntungkan, dengan kondisi yang cair seperti ini, kita bisa
menciptakan tradisi yang baru, semangat baru, dan lanskap pemikiran yang baru.Yang
mengkhawatirkan adalah ketika kita tidak siap dengan konsepsi-konsepsi baru mengenai
persoalan-persoalan yang actual seperti, masyarakat industry, mengenai arah-arah
pembangunan nasional, tentang perubahan social yang terjadi di masyarakat
global dsb. Jika kita tidak siap dengan konsepsi mengenai hal-hal seperti itu bukan
tidak mungkin kita terseret oleh arus pemikiran di dalam filsafat yang dikenal dengan
istilah radikalisme, seperti gerakan new
left atau neo-Marxis. Kita harus cepat-cepat memiliki berbagai konsepsi baru mengenai
semua hal, jika tidak kondisi yang cair ini akan sangat berbahaya bagi umat
Islam semua.
Dalam periode ide ini Islam perlu dirumuskan menjadi ilmu. Kita
perlu merumuskan konsep-konsep normative
Islam sebagai teori. Konsep-konsep normative memang bisa diturunkan menjadi filsafat,
kemudian menjadi ideology. Tetapi bisa juga
dari konsep normative menjadi filsafat, dan lalu menjadi teori. Setiap ayat al-Qur’an memang
bisa dirumuskan menjadi ideology tetapi juga bisa dirumuskan menjadi teori-teori
ilmu pengetahuan Islam. Sehingga dari teori-teori tersebut dapat di konsepkan menjadi
ilmu pengetahuan yang nantinya bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Selama kita masih memandang Islam sebagai ideologi saja yang kita hanya
jalankan secara syariat tanpa ada pembedahan Ilmu yang terdapat di dalamnya kita
tidak akan pernah mampu menandingi konsep-konsep yang berakar pada kebudayaan lain. Misalkan konsep
kelas, menurut pandangan marxis konsep kelas
berdasarkan kepemilikan alat-alat produksi yang nantinya berujung pada ekonomi,
dalam Islam konsep kelas sendiri berdasarkan keadilan. Islam mencoba menghilangkan
kelas dengan membaginya keadilan tanpa menghilangkan hak-hak individu. Dalam
Islam ada Dzalim dan Mustad’afin, dalam hubungan
yang menindas atau yang ditindas. Dalam Islam ada zakat yang bertujuan untuk memberikan
keadilan kepada kaum mustadh’afin, sehingga mereka merasa diperjuangkan, kemudian adanya hukum waris juga bisa mencegah adanya penumpukan
modal. Kalau ada pengakumulasian modal mereka akan terbatasi oleh ketentuan
zakat, hokum waris, infaq, kharaj dan sedekah. Tapi dalam melihat keadaan saat
ini apakah mungkin kita dapat mengadakan eksperimen tersebut.
Ada keperluan besar untuk menjadikan Islam sesuatu yang empiris di
masa depan. Seperti ekonomi Islam misalnya, tetap hanya merupakan seperangkat teori
biasa jika tidak ada institusi yang mendukungnya.
Bank Islam misalnya membuat ekonomi Islam menjadi empiris. Meskipun ada perbedaan
antara Islam Sunni, Syiah dll, sesungguhnya tetap memiliki teori yang sama.
Islam itu mirip dengan paradigma besar yang memungkinkan di dalamnya terkandung
berbagai model. Sebagaimana Kapitalisme dan sosialisme memiliki banyak varian
yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan hal ini, ide al-Qur’an perlu dilihat dari berbagai
disiplin ilmu, merupakan ide yang relevan.
Selama ini para ahli tafsir terlalu generalis dan melihat al-Qur’an. Jika
al-Qur’an dilihat dari berbagai disiplin ilmu, maka kemungkinan melihat ilmu
(social) Islam sangat besar. Mungkin orang masih sangsi akan hal ini. Ini merupakan
sebuah hal yang wajar, karena Islam masuk ke Indonesia dengan cara yang
elastis.
Kebudayaan Islam di Indonesia terkenal lebih lunak dan toleran dibandingkan
yang lain. Masjid-masjid pertama di Indonesia bentuknya menyerupai arsitektur
local, warisan dari Hindu. Berbeda dengan Kristen misalnya yang membuat gereja
di Indonesia dengan arsitektur asing atau Barat. Ini memperlihatkan Islam lebih
toleran dibandingkan dengan agama lain. Budha datang dengan membawa stupa, begitu juga
Hindu yang membawa kebudayaan India. Islam datang ke Indonesia tidak membawa kebudayaan
Timur Tengah secara langsung. Baru akhir-akhir
ini saja bentuk Kubah di adopsi dalam Islam.
Dengan fakta-fakta tersebut bahwa Islam tidak anti-budaya. Budaya Islam memiliki banyak varian.
Namun terdapat perkembangan lain dari kebudayaan Islam di
Indonesia. Budaya kota, budaya kelas pedagang
yang mobile Islamnya, menyebar ke lingkungan desa yang statis, berada pada budaya
agraris yang menetap dan tidak lagi
mobile. Dalam arti ini Islam di Indonesia “dipetanikan”, atau di “desa-kan”. Dengan
kata lain Islam di Indonesia mengalami proses Indonesianisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar